Titip Ibuku ya Allah...!!!
“Nak, bangun… udah adzan subuh. Sarapanmu udah ibu siapin di meja…”
Tradisi ini sudah berlangsung 20 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat.
Kini usiaku sudah kepala 3 dan aku jadi seorang karyawan disebuah perusahaan tambang, tapi kebiasaan Ibu tak pernah berubah.
“Ibu sayang… ga usah repot-repot Bu, aku dan adik-adikku udah dewasa” pintaku pada Ibu pada suatu pagi.
Wajah tua itu langsung berubah. Pun ketika Ibu mengajakku makan
siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar
semuanya. Ingin kubalas jasa Ibu selama ini dengan hasil keringatku.
Raut sedih itu tak bisa disembunyikan. Kenapa Ibu mudah sekali
sedih? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku
mengalami kesulitan memahami Ibu karena dari sebuah artikel yang
kubaca... Orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung
untuk bersikap kanak-kanak... Tapi entahlah...
Niatku ingin membahagiakan malah membuat Ibu sedih.
Seperti biasa, Ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa
Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya, “Bu, maafin aku kalau
telah menyakiti perasaan Ibu. Apa yang bikin Ibu sedih?” Kutatap
sudut-sudut mata Ibu, ada genangan air mata di sana.
Terbata-bata Ibu berkata, ”Tiba-tiba Ibu merasa kalian tidak lagi
membutuhkan Ibu. Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri
sendiri. Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Ibu tidak
bisa lagi jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri.”
Ah, Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu... bersusah payah melayani
putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah
kusadari sebelumnya.
Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih
karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti
kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.
Diam-diam aku bermuhasabah... Apa yang telah kupersembahkan untuk
Ibu dalam usiaku sekarang? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada putera
putrinya?
Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab, ”Banyak sekali nak
kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Ibu. Kalian tumbuh sehat dan
lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kalian berprestasi di sekolah
adalah kebanggaan buat Ibu. Kalian berprestasi di pekerjaan adalah
kebanggaan buat Ibu. Setelah dewasa, kalian berprilaku sebagaimana
seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar
mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang
tua.”
Lagi-lagi aku hanya bisa berucap, “Ampunkan aku ya Allah kalau
selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Ibu. Masih
banyak alasan ketika Ibu menginginkan sesuatu.”
Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Sebagai seorang
wanita karier seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan Ibuku untuk
“cuti” dari pekerjaan rumah atau menyerahkan tugas itu kepada pembantu.
Tapi tidak! Ibuku seorang yang idealis. Menata keluarga, merawat dan
mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa
dilimpahkan kepada siapapun.
Pukul 3 dinihari Ibu bangun dan membangunkan kami untuk tahajud.
Menunggu subuh Ibu ke dapur menyiapkan sarapan sementara aku dan
adik-adik sering tertidur lagi...
Ah, maafkan kami Ibu... 18 jam sehari sebagai “pekerja” seakan tak pernah membuat Ibu lelah... Sanggupkah aku ya Allah ?
”Nak... bangun nak, udah azan subuh... sarapannya udah Ibu siapin dimeja..”
Kali ini aku lompat segera... kubuka pintu kamar dan kurangkul Ibu
sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya
lekat-lekat dan kuucapkan,
”Terimakasih Ibu, aku beruntung sekali memiliki Ibu yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan Ibu..."
Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan... Cintaku ini
milikmu,Ibu... Aku masih sangat membutuhkanmu... Maafkan aku yang belum
bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu..
Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan
kalimat ”aku sayang padamu...”, namun begitu, Rasulullah menyuruh kita
untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita
cintai karena Allah.
Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita... Ibu
dan ayah walau mereka tak pernah meminta dan mungkin telah tiada.
Percayalah... kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia.
Wallaahua’lam
“Ya Allah, cintai Ibuku, beri aku kesempatan untuk bisa
membahagiakan Ibu, dan jika saatnya nanti Ibu Kau panggil, panggillah
dalam keadaan khusnul khatimah. Ampunilah segala dosa-dosanya dan
sayangilah ia sebagaimana ia menyayangi aku selagi aku kecil. Titip
Ibuku ya Allah...”
0 komentar:
Posting Komentar